Rabu, 24 Desember 2008

baru dengar penuturan mereka (anak-anak TK yang harus pandai BACA TULIS HITUNG, dan SD awal yang sudah belajar perkalian, dll) aja udah pusing gimana mereka yang menjalani ya??
kebayang deh.. kapan mereka bermain? padahal bermain adalah ajang mereka untuk mengeksplor semua potensi yang mereka miliki.

well, jadikan ini refleksi kita bersama saja.. baik bagi para orangtua lama, orang tua baru.. atau bahkan calon orang tua..

yang perlu kita ingat bersama bahwa di TK hanya pengenalan saja terhadap huruf dan angka. jadi hanya konsepnya, dan itu pun masih sederhana. pengenalan pun selalu dihubungkan dengan pengembangan aspek lainnya. misal, untuk alphabet, mula2 anak hanya dikenalkan satu huruf misalnya A. dari segi aspek bahasa mereka bisa mengucapkan huruf A dengan berbagai intonasi (keras, rendah, kasar, halus dll), dari segi olah tubuh; anak dapat membuat huruf A di udara dengan anggota tubuh mereka seperti jari, tangan, kepala, mulut, tangan, kaki, bahkan lidah sekalipun (disini bisa sekalian stimulasi mengenal anggota tubuh kan?-red), dari segi motorik halus anak dapat membuat huruf A dengan finger painting (melukis dengan jari), dll...

kita harus jeli melihat pembelajaran di TK apakah masih konvensional ataukah sudah mulai memahami pentingnya stimulasi sebagai dasar pengenalan pembelajaran. kegiatan2 diTK sebenarnya bisa saja distimulasi sendiri dirumah..

Well, ngomong2 soal tes masuk.. kira2 siapa yang berwenang untuk hal ini ya? saya khawatir ini malah jadi 'penyakit pendidikan', masalahnya tes masuk seperti ini -- yang kita ketahui berdampak pada 'drilling' pembelajaran di TK, dan belumlagi 'pressure'' dari orang tua ke anak-- tidak hanya terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, tapi juga didaerah-daerah seperti Bogor dan Sukabumi yang pernah saya temui. entah kalau didaerah2 lain.. (mungkin ada yang bisa share?-red), karena hal ini merupakan dilema bagi pembelajaran anak usia dini juga. antara idealisme dan realitas. saya khawatir, generasi bangsa ini hanya pandai 'TES' sehingga kurang dapat mengembangkan daya pikirnya. coba saja lihat tes-tes masuk kerja pasti kan ada psikotes, nah buku psikotes aja banyak yang jual untuk dipelajari? ya kan? padahal psikotes itu fungsinya untuk mengetahui kemampuan/kepribadian seseorang sehingga memudahkan untuk data staffing. lah, hasil tes nya sempurna dan tak sesuai dengan realitanya piye?

contoh yang dekat, siswa2 sekarang yang score orientation.. mereka akan melakukan apa saja supaya dapat nilai bagus ya kan?nyontek misalnya..

berbeda dengan pembelajaran yang menstimulasi para siswa untuk berpikir.. misalnya guru bertanya pada anak kelas 1 SD, "apa saja yang akan kamu lakukan untuk membuat pesta ulang tahunmu?" ini pertanyaan yang sederhana dan menarik bagi anak. tapi disinilah kita mengetahui kemampuan berpikir anak pada hal2 yang mendetail. ada anak yang mentakan "aku akan undang teman-teman, pilih kue ulang tahun yang kusukai, lalu buat pesta yang meriah dirumahku", hanya 3 tahap yang ia miliki. tapi ada anak yang bisa lebih mendetail misalnya " aku akan bilang dan minta izin pada orang tuaku bahwa aku ingin ada pesta ulang tahun, aku akan buat daftar teman-teman yang akan di undang, aku akan buat daftar apa saja yang aku perlukan untuk pesta ulang tahun, aku akan pergi ke toko untuk membeli kartu undangan... dll" anak yang ini lebih mendetail, mungkin dia bisa membuatnya lebih dari 20 tahapan hingga sangat mendetail. bukankah perencanaan seperti itu kita butuhkan dalam kehidupan sehari-hari, dan tentunya akan menstimulasi otak kita untuk berfikir. dengan stimulasi yang sering untuk berfikir seperti itu, maka akan terjadi penebalan pada myelin di otak dan menambah lipatan-lipatan pada otak.

jadi, ayo stimulasi anak-anak disekitar kita... ada 3 aspek lingkungan yang mempengaruhi pembelajaran bagi seorang anak yaitu orang tua (keluarga), sekolah, pemerintah (kebijakan, peraturan,dll)

Best Regard,
Dewi Julita

Tidak ada komentar: