Kamis, 25 Desember 2008

Buku Pelajaran SD Sulit Dipahami Murid

Berikut adalah keresahan beberapa para orang tua terkait dengan BUKU pelajaran SD yang sulit dipahami oleh anak-anak mereka sebagai peserta didik:

Pada 23 Desember 2008 07:47
Dalam Pelajaran PKn anak saya yang kelas 4, masih disebutkan fungsi DPRD yang lama yang sudah digantikan dengan adanya sistem Pilkada. Artinya buku-buku tersebut tidak di up date dengan teliti dengan beberapa perubahan, ini menjadi debat tersendiri dengan anak ketika mereka merasa "saya harus belajar dari buku" dengan pemahaman kita mencoba mentransisikan pada kenyataan yang sudah berlangsung.

Ruwet ya? Tapi pak Bambang bukan tidak bersekolah, hanya dia bukan pakarnya di bidang pendidikan, hehehe atau parahnya menurut saya beliau kurang suka dialog dan agak defensif.

Salam prihatin,

Nia Sjarifudin

Selasa, 23 Desember, 2008 07:28:03
Buku Pelajaran SD Sulit Dipahami Murid

Saya hanya bisa mengkonfirmasi artikel tsb. Sesungguhnya sering kali kami memaksa anak-anak untuk menghapal tetapi tidak berpikir.

Saya tidak bisa berhenti bertanya-tanya, sebenarnya Mentri Pendidikan ini pernah sekolah atau tidak? Mengapa anak kelas 4 SD diajarkan Komisi Yudisial segala macam, lalu siapa itu nama Ketua DPR yang buat saya tidak lebih dari seorang penipu kerdil, siapa itu nama ketua DPD (dewan pengusul doang), ketua MPR dlll...

Wahai kawan-kawan, terus terang saya sebagai orang tua sangat gundah. Adakah yang bisa memberi solusi? Jika tidak ikut arus, anak-anak kita nilai raportnya jelek, dan takutnya mereka akan minder. Tapi kalau ikut arus kok ternyata salah juga.

Terima kasih atas perhatiannya.

Salam
Fajar



pelajaran PKN khususnya di tersebut memang sangat sulit bagi anak SD, karena bagi mereka hal tersebut terlalu abstrak dan masih jauh dari jangkauannya. jangankan harus menghafal ada DPR,DPD,DPRD.. bahkan harus tahu fungsinya.. tanggungjawabnya.. siapa saja yang ada disana.. waduh... kebanyakan orang tua jangan2 gak tahu juga apa bedanya DPD sama DPRD yang penting sama-sama pemerintah gitu...

saya jadi ingat waktu saya kelas 3 SD saya belajar IPS tentang RT RW aja susah bener nyantolnya, padahal tiap malam saya baca dan coba pahami, tapi karena memang belum pernah bersinggungan dengan RT,RW CAMAT jadi bingung sendiri. waktu guru menjelaskan saya dengarkan benar2.. mulanya ngerti dan beberapa menit kemudian langsung tidka ngerti lagi.. hffh..

apalagi ini soal birokrasi langitan sana.. wah.. kalau targetannya hanya "siswa mengenal adanya presiden dan wakil presiden"saja untuk tingkat SD mungkin lebih mudah. atau, kalaupun ingin dikenalkan DPR dan MPR mungkin cuma sebatas kenal.. misalnya dengan mengajak para siswa study tour ke DPR/MPR (study tour juga salah satu metode dalam pembelajaran-red), tapi ini sulit juga.. coba bayangkan.. diibukota saja ada berapa sekolah swasta dan negeri.. bagaimana mereka harus mengatur kunjungan ke DPR MPR agar siswa bisa mengenal lebih dekat dengan sistem birokrasi negaranya? belum lagi yang didaerah2.. lebih ndak mudeng lagi.. ya tho? dari segi jarak ya susah mau ke jakarta! apalagi ke DPR MPR.. ongkosnya piye???

saya terkadang berpikir... yang bikin kurikulum dan bikin buku SD seharusnya sudah punya data belum sih hingga ke daerah-daerah?? jangan2 standarisasinya hanya jakarta?? juli lalu waktu saya pulang ke LAHAT, sebuah kota kecil dari sumatera selatan.. setelah 10 tahun baru bisa menginjakkan kaki lagi disana.. dari segi pendidikan, saya lihat secara fisik sudah lebih baik. artinya bangunan sudah permanen bukan lagi semi atau terbuat dari kayu. namun dari segi pemahaman mereka tentang'mau'nya pemerintah yang sulit dipahami.

ini baru satu materi di satu mata pelajaran..
setahu saya, bab tentang DPR,MPR,DPD,dll juga akan didapatkan saat di SMU nanti.. nah ini kan berarti terjadi pengulangan dalam belajar? saya masih heran, kenapa 'kebiasaan' mengulang materi dari SD,SMP, dan SMU senang sekali terjadi di pendidikan Indonesia..

seharusnya, pembelajaran itu diberikan sesuai dengan perkembangan tahapan usianya.. mulai dari hal-hal yang terdekat dengan anak, hal2 yang sederhana, hal2 yang mudah dll terutama bagi anak SD yang tahapan berpikirnya masih konkrit.

semoga menteri pendidikan selanjutnya benar2 memiliki latar belakang pendidikan.. bukan latar belakang ekonomi seperti sekarang, bisa2 pendidikan selalu diidentikkan pula dengan ekomnomi kan bahaya juga..

well, sementara anak-anak kita amsih belajar tentang materi tersebut.. bisa kita bantu memberi penjelasan dengan bahasa sederhana dan contoh yang lebih dekat dengan mereka. ambil saja contoh misalnya peraturan sekolah (pengandaian), siapa yang berperan sebagai pembuat peraturannya, siapa yang menyetujui, dll.. lalu di korelasikan dengan tugas birokrat, akan lebih jelas dengan membuat media pembelajarannya.

Best regard,
Dewi julita

Tidak ada komentar: